LAMPUNG SELATAN – Bantuan sosial (Bansos) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)� dan Program Keluarga Harapan (PKH) di Lampung Selatan (Lamsel) sepertinya berjalan tak semestinya.

Seperti beberapa kali dilansir oleh salah satu media online di Lampung, dalam perjalanan realisasi program tersebut terdapat sejumlah persoalan yang menjadi kejanggalan.

Saat ditelusuri, benar saja. Pada realisasi program BPNT dan PKH terdapat adanya ‘mainan’ yang tak wajar.

Pada Juni 2019 lalu, sejumlah stake holder program tersebut pernah melakukan sosialisasi. Seperti di Aula Kecamatan Penengahan dan pernah juga di Aula Way Pisang, Kecamatan Palas. Sejumlah pihak yang menjadi pemateri diantaranya, Dinas Sosial, BRI Cabang Kalianda, Polres Lamsel dan Kodim 0421 LS.

Dalam sosialisasi itu dipaparkan bahwa dalam realisasi Bansos terdapat adanya sharing fee yang besarannya sekitar Rp2000 setiap transaksi.

Diketahui, setiap Keluarga Penerima Manfaat (KPM) difasilitasi Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) yang dipergunakan untuk mencairkan bantuan tersebut.

Disetiap transaksi, ada sharing fee Rp2000. Dalam sosialisasi itu juga dijelaskan pembagiannya. Yakni, Rp1000 diperuntukan bagi E-Warung, sementara Rp1000-nya untuk BRI Link, yang menjadi perantara pencairan.

Namun faktanya, sejak berjalannya program ini, sharing fee tersebut tidak diketahui wujudnya. Salah satu agen BRI Link di Kecamatan Palas mengaku, pihaknya tak pernah mendapatkan sharing fee yang dimaksud.

“Katanya ada, tapi sampai saat ini gak ada. Udah sekitar dua tahun ini,” kata satu agen BRI Link yang namanya sengaja tak dipublikasikan, saat dikonfirmasi BE 1 Lampung, pagi tadi (1/11).

Ia juga menyampaikan, ada fee sebsar Rp2000. Namun besaran itu diperolehnya hanya pada saat penggesekan kartu pertama. Artinya, berapapun jumlah KKS yang digesek,� ia hanya mendapat fee Rp2000.

“Waktu itu kami juga pernah ngobrol dengan pihak dinas. Katanya fee itu ada. Tapi, yang mana, kita juga gak pernah ditunjukkan,” lanjutnya.

Dia juga mengakui, dirinya memungut biaya transaksi dari setiap KPM. Meskipun, besarannya di bawah rata-rata tarif BRI Link. Sebab ia menurutnya, bantuan adalah merupakan hak masyarakat, meskipun hal itu urusan bisnis.

“Kalau di BRI Link yang lain, biayanya per satu juta itu Rp. 10 ribu. Tapi kalau saya tidak. Berapapun nilainya tetap Rp. 5 ribu,” jelasnya lagi.

Dikatakannya, di Kecamatan Palas, dari 21 Desa, hanya ada satu E-Warung yang memiliki mesin EDC. Untuk itu, relaisasi Bansos memberdayakan agen BRI Link.

“Berapa waktu lalu, kami mengajukan pembentukan 18 E-Warung di Kecamatan Palas,” tutupnya.

Tak hanya di Palas, di lansir Lampungraya.id, peristiwa yang sama terjadi di Kecamatan Sragi dan Kalianda. Mereka menarik biaya dari setiap transaksi Bansos lantaran tidak adanya fee dari BRI.

Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, pihak BRI Cabang Kalianda belum berhasil dikonfirmasi. Saat wartawan berusaha menemui Kepala Cabang BRI Kalianda Bagus Ersa dikantornya, ia tidak berada ditempat. Berkali-kali didatangi selalu mendapat jawaban serupa. Begitu juga dengan Manager Operasional dan Pelayanan BRI Cabang Kalianda, Adi Suryautama saat ingin ditemui selalu ditolak dengan alasan sedang rapat. Begitu juga dengan pesan WhatsApp dan telepon seluler yang dihubungi selalu tidak direspon. (Doy)