PESAWARAN – Terkait pemanggilan saksi tentang penjualan tanah adat yang terletak di Dusun Sukamarga oleh pihak kepolisian beberapa bulan lalu, salah satu saksi yang dipanggil oleh kepolisian tersebut adalah Adhitya Desilma Putra.

Ia mengaku dalam pemanggilan tersebut hanya sebatas mewakili Camat dan Sekcam.

“Pemangilan dari Polres untuk camat. Bahwa camat ada halangan, tidak bisa hadir, dan sekcam juga ada halangan tidak bisa hadir untuk sebagai saksi tentang penjualan tanah adat yang terletak di RSUD Pesawaran itu. Karena camat dan sekcam tidak bisa hadir, maka saya yang mewakili pemanggilan itu,” ungkapnya.

Kehadiran di Mako Polres Pesawaran, Adhitya menjelaskan bahwa kedatangan dirinya hanya menjelaskan sebatas cara pembuatan Akte Jual Beli (AJB).

“Ya, saya tidak tahu kalau mau menanyakan penjualan tanah adat, dan saya ditanya bagai mana prosudur tahapan pembuatan (AJB) saja,” kata dia.

“Gimana saya tahu tentang penjualan tanah adat yang terletak di Suka Marga itu. Sebab permasalahan ini pada tahun 2009. Waktu itu saya masih kuliah dan saya tidak tahu menahu,” jelasnya.

“Waktu saat itu saya juga belum jadi pegawai, maka waktu saat itu di bidang Tata Kepemerintahan Desa pak Zaenal, bukan saya,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Polres Pesawaran terus melakukan penyelidikan kasus dugaan penjualan tanah di Dusun Suka Marga Kecamatan Gedongtaan, Kabupaten Pesawaran seluas 9.465 M2 yang diperuntukan buat pembangunan rumah adat.

Sedikitnya sudah 12 saksi yang telah menjalani pemeriksaan. Mereka adalah Tubagus Agus Hasan, Firman Rusli, Dalom Dani, dan M. Alzier Dianis Thabranie. Lalu Adhitya Desilma Putra, Alandes, Mustika Bahrum dan Risodar. Terakhir, Wendi Melfa dan Destiara Ismail.
�Itu berdasarkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penelitian laporan yang kami terima dari pihak penyidik Polres Pesawaran,� terang saksi pelapor, Mualim Taher, kemarin.

Karenanya, Mualim Taher yang juga merupakan tokoh masyarakat Kabupaten Pesawaran ini mendesak polisi segera menetapkan nama-nama tersangka yang terlibat. Tujuannya agar yang bersangkutan dapat mempertanggungjawabkan perbuatan.

�Bila perlu segera tahan, agar para tersangka yang terlibat tidak kabur. Sementara, terkait keberadaan tanah adat yang dijual, kami minta dipasang police line dan ditetapkan dalam kondisi status quo, sehingga tidak menghambat jalannya penyidikan,� tutupnya (Don)