BANDAR LAMPUNG – Petani Lampung yang tergabung dalam aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) akan turun ke jalan menggelar unjuk rasa memperingati Hari Tani Nasional (HTN) 2025, Rabu (24/9/2025).

Ribuan petani dari Pringsewu, Lampung Selatan, Tanggamus, Pesawaran, Tulang Bawang, Way Kanan dan Lampung Timur akan turun ke jalan bersama buruh, masyarakat kota dan aktivis NGO’s serta Serikat Petani Indonesia (SPI) Lampung.

Massa PPRL tersebut akan melakukan long march dari Jalan RW Monginsidi menuju Kantor Gubernur Lampung. Massa aksi akan menemui Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal untuk menyampaikan aspirasinya.

Yohanes Joko Purwanto, Koordinator PPRL, Selasa (23/9/2025) menyampaikan, pada peringatan HTN 2025 ini, para petani menyerukan segera diselesaikannya konflik-konflik agraria yang terjadi di Lampung.

“Dalam sejarahnya, HTN itu diperingati setiap tahun sebagai tanda lahirnya undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UUPA. Tidak hanya petani, masyarakat kota yang berkonflik agraria juga akan bersama-sama memperingatinya,” terangnya.

Joko menegaskan, “Tuntutan kami setiap peringatan HTN masih sama, yaitu laksanakan reforma agraria di seluruh Indonesia dan tanah untuk rakyat. PPRL tidak ingin melihat lagi ada petani yang terusir dari ladangnya, berkonflik dengan korporasi, dan ada yang masyarakat kota yang tergusur rumahnya karena konflik agraria.”

Sementara itu, Erwin Remy selaku Ketua DPW SPI Lampung, mengatakan bahwa dalam rapat kesiapan terakhir akan ada sekitar 2.500 massa aksi dan 15 organ rakyat yang telah menyatakan diri ikut dalam aksi bersama itu.

“Sudah saatnya Pemerintah Provinsi Lampung, dalam hal ini Gubernur Lampung menjadi fasilitator dalam reforma agraria sejati dan melibatkan SPI dalam Gugus Tugas Reforma Agraria,” ujarnya.

Reforma agraria adalah fondasi kedaulatan bangsa. Tanpa distribusi tanah yang adil:
Petani tidak berdaulat, pangan nasional rapuh, rakyat mudah lapar.
Konflik agraria terus meledak, mencabik persatuan bangsa.
Ekonomi hanya dikuasai segelintir elit dan korporasi besar. Demokrasi lumpuh karena rakyat tidak mandiri.

Menurut Erwin, “Menegakkan reforma agraria sejati bukan sekadar program bagi-bagi sertifikat, melainkan penataan ulang kepemilikan, penguasaan, dan pemanfaatan tanah demi keadilan sosial.”

Reforma agraria sejati juga berarti pemulihan hak masyarakat adat atas tanah ulayatnya.
Tanah adat adalah ruang hidup, spiritualitas, dan identitas budaya bangsa. Merampas tanah adat sama dengan merampas sejarah dan kebudayaan.
Mengembalikan tanah ulayat adalah bagian dari menjaga kelestarian hutan, air, dan iklim, sekaligus memperkuat jati diri bangsa.

Serikat Petani Indonesia juga akan melakulan Aksi di Jakarta dengan sepuluh ribu massa yang merupakan anggota SPI Jawa Barat dan Banten serta utusan SPI wilayah dari beberala propinsi yang sedang berjuang menuntut keadilan atas kedaulatan lahan pertanian.

Tuntutan SPI Hari Tani Nasional 24 September Tahun 2025. Ada 6 tuntutan ke Pemerintah Pusat, antara lain
1. Selesaikan konflik agraria yang sedang dihadapi oleh anggota SPI dan yang dialami petani Indonesia;

2. Hutan negara jadi objek TORA, Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang dilaksanakan oleh Satgas PKH dijadikan bagian dari obyek TORA;

3. Tanah yang dikuasai perusahaan perkebunan dan perseorangan skala luas menjadi objek TORA;

4. Revisi Perpres Percepatan Reforma Agraria No. 62 Tahun 2023 untuk kedaulatan pangan dan peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat desa;

5. Revisi UU Pangan untuk mewujudkan kedaulatan pangan, revisi UU Kehutanan untuk reforma agraria, dan revisi UU Koperasi untuk perwujudan reforma agraria dan kedaulatan pangan, serta pembentukan UU Masyarakat Adat untuk penguatan masyarakat adat;

6. Bentuk Dewan Nasional untuk Pelaksanaan Reforma Agraria dan Dewan Nasional untuk Kesejahteraan Petani.

Sedangkan tuntutan dalam Aksi Hari Tani Nasional kepada pemerintah Provinsi Lampung, yaitu
1. Libatkan SPI dalam Gugus Tugas Reforma Agraria dan mitra pemda dalam pelaksanaan reforma agraria;

2. Pemerintah daerah harus membuat program, perencanaan, dan anggaran Reforma Agraria;

4. Buat Perda yang mengatur pelaksanaan reforma agraria Rakyat Lampung.

Sebelumnya SPI juga diminta sebagai Pemantik dalam kegiatan Diskusi Aliansi Lampung Melawan di salah satu cafe dijalan Tupai, Bandar Lampung.

Hadir setidaknya lima puluhan lebih mahasiswa lintas kampus yang ada di Lampung hadir dalam diskusi tentang Reforma Agraria tersebut.

Erwin memaparkan, “Reforma agraria harus dikaitkan dengan kedaulatan pangan. Redistribusi tanah harus diikuti dengan infrastruktur, teknologi, dan akses pasar agar petani benar-benar sejahtera. Kalau tidak, ketimpangan ini hanya akan semakin lebar.”

Ia juga menyoroti bahwa ketidakadilan agraria tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan administratif semata. Dibutuhkan komitmen politik yang jelas untuk membongkar dominasi elit dan mengembalikan tanah kepada rakyat. Karena itu, ia mengajak generasi muda untuk terlibat aktif dalam perjuangan ini agar cita-cita reforma agraria sejati tidak lagi sekadar slogan.

(Iman/Rilis)