BANDARLAMPUNG – Kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) oleh PT. Hutama Karya Tahun Anggaran 2018–2020, akan segera disidangkan. Ini menyusul adanya pelimpahan berkas perkara ini ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Jumat, 7 November 2025 oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Sebagai tersangka yakni, mantan Direktur Utama PT. Hutama Karya, Bintang Perbowo dan Eks Kadiv Pengembangan Bisnis Jalan Tol PT. Hutama Karya, M. Rizal Sutjipto. Serta Korporasi PT. Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ).
Dalam perkara ini, KPK menunjuk 10 jaksa untuk menyidangkan. Mereka adalah, Gilang Gemilang, Richard Marpaung, Meyer Volmar Simandjuntak, Erlangga Jayanegara, Muhammad Hadi, Rony Yusuf, Oktafianta Ariwibowo, Freddy Dwi Prasetyo Wahyu, Heni Nugroho, dan Tri Handaya.
Rencananya sidang perdana akan digelar hari Kamis, 13 November 2025.
Seperti diketahui dalam kasus ini, Penyidik KPK pernah memanggil dan memeriksa beberapa saksi. Diantaranya adalah, Ir. H. Aryhodia Febriansyah SZP, putra mantan Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP.
KPK juga sebenarnya telah menetapkan satu tersangka lain yakni Iskandar Zulkarnaen, Komisaris PT. STJ. Namun yang bersangkutan meninggal dunia dan perkaranya dihentikan. KPK juga menetapkan PT. STJ sebagai tersangka korporasi.
Dalam perkara ini KPK juga telah menyita 135 bidang tanah di Bakauheni dan Kalianda di Lampung Selatan, serta satu unit apartemen di Bintaro, Tangerang Selatan. Rinciannya, sebanyak 122 bidang tanah merupakan objek pengadaan lahan. Sedangkan 13 bidang tanah milik tersangka Iskandar Zulkarnaen dan PT. STJ.
Kasus ini bermula pada April 2018, lima hari setelah diangkat sebagai Direktur Utama PT. Hutama Karya, Bintang Perbowo langsung menggelar rapat direksi yang salah satunya memutuskan melakukan pembelian lahan di sekitar jalur JTTS. Dalam skema itu, Bintang Perbowo memperkenalkan temannya, pemilik PT. STJ, Iskandar Zulkarnaen kejajaran direksi Hutama Karya untuk menawarkan lahan miliknya di Bakauheni, Lampung.
“Tersangka BP meminta Tersangka RS sebagai Ketua Tim Pengadaan Lahan, agar segera melakukan pembelian tanah kepada Tersangka IZ, karena tanah itu mengandung batu andesit yang bisa dijual,” kata dia.
Bintang meminta Iskandar memperluas kepemilikan lahannya dengan membeli tanah dari masyarakat sekitar agar bisa dijual langsung ke PT. Hutama Karya melalui perusahaannya. Proses pembayaran tahap pertama dilakukan September 2018, di mana PT. Hutama Karya membayar sekitar Rp24,6 miliar untuk lahan di Bakauheni.
“Kemudian, pada September 2018, PT HK melakukan pembayaran tahap I atas lahan Bakauheni sekitar Rp 24,6 miliar,” ucapnya.
Namun KPK menemukan berbagai penyimpangan dalam proses tersebut. Hingga tahun 2020, PT. Hutama Karya telah membayarkan total Rp 205,14 miliar kepada PT. STJ untuk pembelian 32 bidang lahan SHGB atas nama PT. STJ di Bakauheni dan 88 bidang SHGB atas nama warga di Kalianda.
“Namun PT HK tidak menerima manfaat atas lahan-lahan tersebut karena kepemilikan atas lahan-lahan tersebut belum dialihkan kepada BUMN atau belum dapat dikuasai dan dimiliki BUMN,” sebutnya.
Berdasarkan perhitungan kerugian negara oleh BPKP, total kerugian mencapai Rp 205,14 miliar. Para tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.(red)


















