BANDARLAMPUNG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dan Polda Lampung diharapkan proaktif. Yakni dalam mengusut pelaksanaan proyek pengadaan sistem peringatan dini bencana (Early Warning System/EWS). Proyek bernilai miliaran rupiah pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Lampung tahun anggaran 2024 tersebut, berdasarkan Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diduga sarat dengan kejanggalan dan berpotensi mengarah kedugaan ketindak pidana korupsi.

“Karenanya sudah sepatutnya, aparat penegak hukum dalam hal ini Tim Pidsus Kejati Lampung dan Penyidik Polda Lampung segera melakukan langkah hukum penyelidikan hingga penyidikan untuk mengungkap persoalan ini,” tegas Akademisi Universitas Tulang Bawang (UTB), Dr. Topan Indrakarsa, S.H., M.H., Sabtu, 26 Juli 2025.

Menurut Topan, pelaku korupsi saat bencana atau untuk pengadaan alat-alat pencegah bencana alam, sudah sepantasnya dihukum berat. Pasalnya perilaku ini sangat merugikan negara maupun masyarakat secara langsung. Dan dampaknya sangat memperburuk akibat bencana yang ditimbulkan serta memperberat derita banyak korban.

Harusnya bencana yang terjadi bisa dicegah atau diminimalisir dengan adanya pengadaan berbagai alat-alat. Tapi akibat korupsi dan praktik tercela, justru membuat bencana yang terjadi, dampak kerusakan dan jumlah korban yang ditimbulkan menjadi semakin parah.

“Jadi ini tergolong perbuatan yang sangat kejam dan tega sekali. Sudah pantas diterapkan hukum mati. Minimal hukum berat para pelakunya agar ada efek jera. Ajukan pemiskinan kepada pelakunya juga. Hingga kedepan siapapun nantinya akan berpikir ulang untuk melakukan korupsi bantuan bencana atau pengadaan alat-alat pencegah bencana,” ujar Topan lagi.

Seperti diketahui proyek pengadaan EWS pada BPBD Provinsi Lampung tahun anggaran 2024 senilai Rp5,82 miliar lebih, berdasarkan laporan hasil pemeriksaan BPK-RI didapati beberapa permasalahan. Karenanya BPK merekomendasikan agar Gubernur Lampung memerintahkan Kepala BPBD Lampung untuk menginstruksikan PPK supaya lebih cermat. Serta memproses kekurangan pendapatan daerah atas denda keterlambatan sebesar Rp668 juta lebih untuk disetorkan ke kas daerah. Terakhir Inspektur diharapkan dapat melaksanakan uji fungsi perangkat EWS bersama BPBD Lampung guna memastikan keberfungsian EWS. (red)