LAMPUNG – Kepala BKSDA Bengkulu SKW III Lampung Itno Itoyo, S.Hut, MSc dituntut bertanggung jawab atas kematian harimau di Taman Wisata Lembah Hijau.

Begitu dikatakan Ketua Umum (Ketum) Cakra Surya Manggala (CSM), Dr. Mujizat Tegar Sedayu, S.H., M.H., IFHGA, Minggu 9 November 2025.

Menurut dia, Tim Gakkum Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI harus segera turun tangan untuk memeriksa Kepala BKSDA Bengkulu SKW III Lampung atas kematian satwa dilindungi tersebut. “Jangan dianggap biasa saja,” katanya di Jakarta.

Dr Mujizat menduga ada unsur kelalaian yang menyebabkan tewasnya harimau bernama Bakas tersebut

“Banyak kejanggalan tewasnya Bakas (nama harimau yang tewas),” katanya dikonfirmasi Mitra Adhyaksa, Minggu (9/11/2025).

Dr Mujizat mempertanyakan pula alasan relokasi harimau tersebut ke Taman Wisata Lembah Hijau.

“Semua harus dijelaskan secara terang-benderang, transparan, jangan ada yang ditutup-tutupi!” tandasnya.

Menurutnya, langkah BKSDA Bengkulu SKW III Lampung sangat ceroboh dan diduga tidak sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan satwa liar yang dilindungi.

Tegar menegaskan bahwa jika seekor harimau masuk ke wilayah manusia, tugas utama petugas konservasi adalah menyelamatkan dan mengembalikannya ke habitat alaminya, bukan mengurungnya di tempat wisata.

Tegar mengingatkan bahwa UU RI No. 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya secara tegas melindungi satwa langka seperti Harimau Sumatera.

Konflik manusia dengan harimau di wilayah kawasan hutan konservasi TNBBS dan sekitar kawasan hutan konservasi TNBBS yang sudah sering terjadi di Kabupaten Lampung Barat disebut Tegar sebagai cermin kegagalan tata kelola konservasi.

Harimau ditangkap karena dianggap mengganggu, padahal justru manusia yang lebih dulu menyerobot wilayah hidupnya.

“Ketika harimau masuk ke wilayah manusia, dia ditangkap. Tapi ketika manusia masuk ke wilayah harimau, yang ditangkap tetap harimau. Ini ironi besar tentang keadilan ekosistem!” ujarnya dengan nada tinggi.

Menurutnya, akar persoalan sesungguhnya ada pada perambahan dan alih fungsi kawasan hutan konservasi yang terus terjadi tanpa pengawasan tegas dari pihak terkait.

Banyak hutan di dalam kawasan TNBBS telah berubah dan beralih fungsi menjadi perkebunan kopi ilegal dan lahan perkebunan lainnya yang secara perlahan menghancurkan habitat satwa liar di dalam kawasan konservasi tersebut.

Dalam video penangkapan harimau Bakas yang beredar, terlihat jelas perangkap dipasang di area kebun kopi yang sesuai informasi merupakan wilayah marga yang ada di Pekon Sukabumi, Kecamatan Batu Brak, Kabupaten Lampung Barat yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan konservasi TNBBS, yang tidak memiliki wilayah hutan penyangga.

Fakta ini memperkuat dugaan bahwa harimau tersebut masih berada di wilayah jelajah alaminya.

Ia mendesak Direktorat Jenderal Gakkum Kementerian Kehutanan RI menindak tegas siapa pun yang terbukti lalai atau melanggar hukum.

“Kerusakan kawasan konservasi seperti TNBBS bukan menjadi rahasia lagi. Banyak oknum pejabat, korporasi, dan sebagian kecil masyarakat yang bermain. Jangan tebang pilih! perusak hutan harus di tindak tegas dan jangan dibiarkan bebas!” tegasnya.

Lebih lanjut, ia menyerukan agar pemerintah mengembalikan fungsi konservasi hutan, menghentikan perambahan, dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu demi melindungi satwa endemik Indonesia dari kepunahan.

“Harimau punya rumah, punya hutan, punya kehidupan. Kalau rumahnya kita rusak, jangan salahkan dia datang ke rumah kita. Yang seharusnya direlokasi adalah manusia yang merambah hutan, bukan harimaunya!” tutup Tegar dengan tegas. (rls)