JAKARTA – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo tersinggung. Dia marah karena pendukung Ahok menyinggung pemerintahan Jokowi.
Salah satu pendukung Ahok, Veronica Kuman Liu menyebut rezim Presiden Jokowi parah. Lebih parah dengan rezim Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Aksi Veronica terekam dalam sebuah video. Lantas terunggah di jejaring sosial dan media video streaming sehingga menjadi viral.
Omongan itulah yang meletupkan kemarahan Mendagri. Politikus PDI Perjuangan itu menilai Veronica tak pantas mengaitkan rezim Jokowi. Dalam perkara Ahok, hakim bersifat independen dan Jokowi tidak ada hubungannya sama sekali.
�Membela Pak Ahok silakan. Itu Hak azasi setiap manusia. Tapi jangan mengaitkan orang lain apalagi rezim pemerintahan dan presiden Pak Jokowi. Saya mendagri bagian dari rezim pemerintahan Pak Jokowi merasa tersinggung dengan ucapan orang tersebut yang mengaku simpatisan Ahok,� kata Mendagri.
Tjahjo mengeluarkan somasi. Mengancam akan memperkarakan Veronica jika dalam sepekan tidak menjelaskan pernyataannya dan segera meminta maaf di media nasional.
Sementara itu, Veronica mengaku masih enggan menyikapi ancaman Mendagri tersebut. Ia pun juga enggan berkomentar lebih jauh. �Nanti ya saya belum sikapin dulu. Nanti saya kabarin kalau ada sikap,� ujar dia.
Dia juga tak bersedia berkomentar soal data dirinya yang tersebar diaplikasi bertukar pesan Whatsapp.�Saya enggak komentar dulu,� tegas wanita yang tercatat tinggal di kawasan Jakarta Barat tersebut.
Diketahui, dalam sebuah video yang beredar, VKL mengatakan bahwa rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo adalah rezim yang lebih parah dari rezim pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).�Hari ini membela Ahok karena, bahwa ini adalah keadilan yang diinjak-injak. Rezim Jokowi adalah rezim yang lebih parah dari rezim SBY,� ujar VKL dalam video tersebut. Orasi itulah yang dianggap Mendagri memfitnah Presiden Jokowi sekaligus memprovokasi massa.
Terpisah, Pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harahap Emrus Sihombing menilai orasi Veronica Koman Liau yang mengecam Presiden Joko Widodo bisa bergulir ke proses hukum.
Apalagi cewek pendukung Basuki T Purnama (Ahok) itu menempatkan rezim Presiden Joko Widodo dan pemerintahan sebelumnya di era Susilo Bambang Yudhoyono dalam posisi buruk. Veronica dalam orasinya di depan para Ahoker -julukan bagi pendukung Ahok- di depan Rutan Cipinang, menyebut rezim Presiden Jokowi lebih parah daripada SBY.
Dalam pandangan Emrus, pernyataan Vero mengandung meta meaning yang sangat mendalam. Yakni menempatkan rezim Jokowi dan SBY dalam kategori parah dalam mengelolah negara.
Hanya saja, bedanya pada tingkat keparahannya saja yang batasannya masih sumir dan multitafsir. �Akibat- nya, bisa berujung ke meja peradilan, sebagai tuduhan yang tidak mengenakkan didengar,� kata Emrus.
Dia lantas mencontohkan lagi sebuah pernyataan sang orator di salah satu media online yang menyebutkan. Yakni kalimat yang berbunyi hari ini kita dipertontonkan oleh peradilan yang nista. Tidak ada itu istilah penistaan agama. Yang ada adalah peradilan yang sangat nista dan hakim yang nista. Menurut Emrus, pernyataan itu juga bisa berbuntut. �Lagilagi menyebut peradilan nista dan hakim yang nista, tanpa diikuti ukuran nista itu apa,� kata Emrus.
Untuk itu, Emrus menegaskan, sebaiknya orator yang bersangkutan sesegera mungkin menjelaskan definisi dan ukuran �nista� yang dimaksud. Dengan demikian, katanya, publik dapat memahami jalan pikir orator tersebut.Bila tidak, bisa dimaknai merendahkan lembaga peradilan dan profesi hakim itu sendiri. �Jika yang terjadi merendahkan, urusannya bisa ke pengadilan,� kata Direktur Eksekutif EmrusCorner ini.(net)