BANDAR LAMPUNG – Harsono bin Ambotang mengajukan banding atas putusan PN Tanjungkarang terkait kasus pengrusakan mangrove di Kotakarang, Bandar Lampung

Penasehat Hukum Harsono, Syamsul Arifin SH, MH mengatakan, pengajuan banding dilakukan karena alasan majelis hakim tak mempertimbangkan kemanusiaan dan rasa keadilan�(equality before the law).

Syamsul membandingkan kasus yang sama yang melibatkan pengusaha, tapi divonis ringan meski lahan lebih luas, bahkan dibangun bangunan permanen.

“Harsono yang miskin, tak tamat SD, dan harus menanggung tiga anak yang salah seorang berkebutuhan khusus alias autis atau idiot divonis tiga hakim dua tahun penjara dan denda Rp2 miliar subsidair empat bulan pidana kurungan atas sangkaan pengrusakan magrove seluas 900 meter2. Di sisi lain, ada kasus serupa, pengusaha berinisial DW hanya dituntut empat bulan penjara dan denda Rp5 juta subsidair satu bulan penjara oleh majelis hakim PN Tanjungkarang atas pengrusakan mangrove 5000 meter2 untuk pembangunan megah kawasan wisatanya akhir tahun lalu,” ungkapnya.

“Kesannya, majelis hakim tak mempertimbangkan kondisi psikologis terdakwa dan bukti-bukti yang seharusnya secara nalar dapat disimpulkan sebagai kebenaran materiel,” ujar Syamsul Arifin. Kesannya, majelis hakim hanya mengikuti draf dari kepolisian.

Di lokasi kawasan magrove itu juga, kata Syamsul, banyak pengrusakan serupa yang jauh lebih luas diduga dilakukan oleh Pemkot Bandar Lampung (Gedung SMPN 42 serta Kantor Kelurahan Kotakarang) serta permukiman warga setempat.

“Pemkot Bandarlampung dan warga lainnya tidak diproses hukum sebagaimana Harsono. Bahkan, saat sidang di lapangan, sejumlah pohon dalam kawasan yang baru saja ditebang oleh pengusaha yang membangun pagar sekolah tak disanksi apa-apa,” katanya

“Hasil pemeriksaan saksi dan sidang lapangan, penebangan pohon mangrove bukan perbuatan terdakwa karena jauh tahun sebelum terdakwa membuat kolam tradisional secara manual, hutan mangrove sudah bersih dibabati warga,” katanya.

Syamsul Arifin mengingatkan kembali filosofi: Lebih baik membebaskan 1000 (seribu) orang yang bersalah, daripada menghukum 1 (satu) orang yang tidak bersalah. (helloindonesia)