BANDARLAMPUNG � Hari ini Kamis, 23 Februari 2023, jajaran Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dikabarkan melakukan pemanggilan terhadap dua saksi. Hal ini menindaklanjuti laporan pengaduan dari LSM Komite Pemantau Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (KPP-HAM) Provinsi Lampung. Ini terkait dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek pengadaan barang jasa dan penelitian di Unila pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unila Tahun Anggaran 2020-2022.
�Satu saksi dari pihak Unila dan satu saksi lainnya dari pihak swasta. Waktu pemanggilan hari Kamis, 23 Februari 2023 pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai,� tutur sumber wartawan BE1Lampung, seraya mewanti-wanti agar namanya tidak ditulis.
Adapun saksi dari Unila berinisial Rc. Sementara dari pihak swasta Ma.
Dikonfirmasi Kasi Penkum Kejati Lampung, I Made Agus Putra, S.H., M.H., belum menjawab pesan yang dikirimkan wartawan koran ini terkait kebenaran adanya jadwal pemanggilan klarifikasi terhadap kedua saksi tersebut.
Namun sebelumnya I Made Agus Putra membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan pengaduan dari LSM Komite Pemantau Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (KPP-HAM) Provinsi Lampung terkait dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) proyek pengadaan barang jasa dan penelitian di Unila pada LPPM Unila Tahun Anggaran 2020-2022.
�Saat ini masih dalam tahap wawancara,� tutur I Made Agus Putra, Senin, 20 Februari 2023, saat dikonfirmasi mengenai kelanjutan penanganan laporan tersebut.
Seperti diberitakan LSM Komite Pemantau Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (KPP-HAM) Provinsi Lampung telah melaporkan ke Kejati Lampung beberapa proyek pengadaan barang jasa dan penelitian di Unila yang terindikasi terjadi praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Terutama pada LPPM Unila.
�Laporan sudah kami sampaikan sejak 10 Januari 2023 lalu ke Kejati Lampung. Pengaduan ini langsung kami antarkan dan di terima jajaran Kejati Lampung,� ujar tim kuasa hukum LSM Komite Pemantau Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (KPP-HAM) Provinsi Lampung yang terdiri dari� Agus Bhakti Nugroho, S.H., M.H., R. Ananto Pratomo, S.H., Yeni Wahyuni, S.H., M.H., dan Zainal Rachman, S.H., M.H.
Menurut tim kuasa hukum, ada tiga nama terduga yang menjadi terlapor tindak pidana korupsi. Adapun perkiraan kerugian negara mencapai Rp 1.128.000.000 (satu miliar seratus dua puluh delapan juta rupiah, red).
�Pada proyek pengadaan barang dan jasa di LPPM Unila ini modusnya dengan sengaja memecah nilai proyek guna menghindari lelang. Setelah itu, dilakukan penunjukan langsung terhadap �orang dekat� atau diduga istri pejabat terkait sehingga terjadi praktek nepotisme. Ini jelas merupakan akal-akalan dan praktek ketidakpatuhan peraturan perundang-undangan,� ujar tim kuasa hukum.
Parahnya lagi pada proyek penelitan dan pengabdian pada masyarakat. Tim kuasa hukum mensinyalir terjadi proyek �fiktif�, dimana ada pertanggungjawaban yang tidak akuntabel.
�Malah diduga ada bukti transfer uang dengan meminjam nama dosen tertentu seolah-olah sang dosen yang melaksanakan kegiatan penelitian. Selanjutnya setelah dilakukan pencairan, atas permintaan oknum di Unila, uang yang telah dicairkan diminta kembali. Inikan namanya fiktif. Hanya memakai nama saja. Saya yakin praktek sejenis juga terjadi,� papar tim kuasa hukum.
Untuk itu Tim Kuasa Hukum LSM LSM Komite Pemantau Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (KPP-HAM) Provinsi Lampung, berharap aparat penegak hukum jajaran Kejati Lampung mengusut serius persoalan ini.
�Jangan sampai kalah dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah membongkar praktek suap penerimaan mahasiswa baru Unila. Polda Lampung dan Kejati Lampung juga pasti mampu mengusut kasus ini. Saat ini Kejati Lampung sudah melakukan Pulbaket (Pengumpulan bahan dan keterangan). Saya harap Polda Lampung juga mengambil langkah penyelidikan. Sebab proyek pengadaan barang dan jasa serta proyek penelitian dan pengabdian kepada masyarakat tahun anggaran 2020 sampai dengan 2022 di LPPM Unila sangat banyak dan bernilai fantastis mencapai miliaran rupiah. Jangan sampai itu semua seperti proyek �bancakan� atau fiktif,� pinta tim kuasa hukum.
Sayang hingga berita ini diturunkan, belum didapat tanggapan dari pihak Unila. Dikonfirmasi via ponselnya, mantan Sekretaris LPPM Unila yang kini menjabat sebagai Wakil Rektor II Unila, Dr. Rudi, S.H., LL.M., LL.D, belum menjawab pesan yang disampaikan wartawan koran ini melalui WhatsApp bernomor 0811-7232-XXX.(red)