Ketua Banggar DPR Aziz Syamsuddin menjawab pertanyaan wartawan seusai mengikuti rapat Bamus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/12). Aziz Syamsuddin yang ditunjuk oleh Setya Novanto menggantikan dirinya menjadi Ketua DPR mendapat penolakan lebih dari 50 persen anggota DPR Fraksi Golkar. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/pd/17

JAKARTA – Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin, disebut-sebut berperan dalam kasus terkait penyidik KPK yang bisa membantu kasus dugaan korupsi Wali Kota Tanjungbalai.

Oleh karenanya, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI didesak bertindak dan segera memanggil Azis Syamsuddin.

“MKD harus bergerak cepat agar duduk perkaranya segera menjadi jelas, apakah terjadi pelanggaran etis. Meskipun sangat sulit mengharapkan MKD akan menindaklanjutinya,” kata Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), I Made Leo Wiratma, seperti dilansir Republika, Jumat (23/4).

Menurut Leo, dugaan keterlibatan Azis dalam kasus tersebut perlu dikonfirmasi. Jika benar maka tindakan Azis tersebut bukan saja tidak etis, tetapi juga melanggar hukum.

“Tidak ada wewenang Pimpinan DPR (termasuk didalamnya wakil ketua DPR) untuk mencampuri urusan penegakan hukum. Tugas pimpinan DPR sudah jelas diatur dalam Pasal 86 ayat (1) UU MD3,” ungkapnya.

Leo menambahkan, jika benar Azis menjadi perantara kasus tersebut, artinya yang bersangkutan ikut terlibat dalam tindak pidana jual beli perkara atau tindak pemerasan. Hal tersebut tentu menjadi ranah penegak hukum yang juga harus segera menindaklanjuti.

“Tidak peduli dia itu Pimpinan DPR, semua pelaku pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegasnya.

Sementara Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, menilai perilaku Azis Syamsuddin sangat tidak terpuji. Sebab, Azis mempertemukan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dengan Wali Kota Tanjungbalai dengan tujuan untuk tidak menindaklanjuti dugaan korupsi.

“Sebagai Wakil Ketua DPR RI, perilaku Azis tentu sangat tidak beretika. Ia sudah mengabaikan sumpah jabatan dan kode etik sebagai Anggota DPR RI,” tegas Jamiluddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (23/4).

Menurut Jamiluddin, Azis juga sudah berupaya berkolusi dengan penyidik KPK dengan maksud untuk menghalang-halangi penyidikan tindak koorupsi. Tindakannya ini selain sudah mempermalukan lembaga DPR RI, juga telah memandulkan fungsi pengawasan DPR RI.

“Bagaimana mungkin DPR akan melakukan fungsi pengawasan kalau ia berkolusi dengan pihak yang diawasi?” keluh Jamiluddin.

Karena itu, kata Jamiluddin, perbuatan Azis selain terkait etika profesi sebagai Anggota DPR RI, juga menyentuh pidana tindak korupsi. Azis, secara langsung maupun tidak langsung telah menghalang-halangi penegak hukum untuk melaksanakan tugasnya. Atas dasar itu MKD selayaknya memproses kasus Azis tersebut secepatnya.

“MKD dapat melihat kasus ini sebagai perbuatan tidak terpuji yang selain mempermalukan Azis sebagai anggota DPR RI juga merusak martabat lembaga DPR RI,” kata Jamiluddin.

Untuk itu, lanjut Jamiluddin, MKD haruslah taat azas melihat kasus pelanggaran etika yang dilakukan Azis. Hanya dengan begitu marwah DPR RI dapat dijaga. Sementara lembaga penegak hukum juga sebaiknya memproses kasus tersebut dari sisi pidananya.

“Para penegak hukum juga harus taat azas melihatkan kasus Azis semata dari sisi pidana. Semoga penegak hukum tak silau dengan jabatan Azis,” harap Jamiluddin.

Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI, Habiburokhman, menyebut sampai saat ini belum ada rencana memanggil Azis Syamsuddin untuk mengkonfirmasi dugaan keterlibatannya dalam kasus tersebut. “Belum ada, kami tidak boleh mendahului KPK,” kata Habiburokhman.

Politikus Partai Gerindra itu mengatakan bahwa MKD menghormati azas praduga tak bersalah. Ia menjelaskan, sejauh ini informasi tersebut masih sepihak dari tersangka dan belum ada konfirmasi dari Azis.

“Kami tidak mau berandai andai dan berasumsi, kita tunggu saja hasil kerja KPK. Kita percayakan agar KPK bisa kerja profesional sesuai dengan hukum yang berlaku,” ujarnya. (rpk)