Bandar Lampung – Polda Lampung menjelaskan kronologi penanganan pria yang mengaku dikriminalisasi atas kasus pengerusakan 10 pohon pisang. Menurut polisi, pria bernama Heri Chalilulah Burmelli itu mengklaim lahan yang dirusak bukan miliknya. Direktur Ditreskrimum Polda Lampung, Kombes Reynold Hutagalung mengatakan, peristiwa ini berawal ketika orang suruhan terlapor datang ke lahan korban dengan membawa sejumlah material.

“Pada 16 November 2022 lalu, korban mengaku didatangi dua orang yang diduga suruhan dari Heri. Mereka datang membawa bahan material yakni pasir, batu bata, batu belah, semen dan tanah timbunan di atas lahan milik korban,” katanya, Minggu (7/5/2023) sebagaimana dilansir dari detikcom.

Kemudian, lanjut Reynold, di hari berikutnya baru lah Heri (terlapor) datang bersama rekannya ke lahan tersebut. “Keesokan harinya, barulah Heri ini datang ke lokasi dengan menunjukkan bukti surat Sporadik lahan tersebut tahun 2022. Mereka kemudian memaksa mendirikan posko atau tenda di lokasi lahan tersebut,” terangnya.

Ditanggal 18 November 2022, Heri bersama orang-orangnya kembali mendatangi lahan tersebut lengkap dengan gergaji mesin serta golok. “Mereka mendatangi lagi lokasi itu di tanggal 18 November 2022, mereka membawa golok serta gergaji mesin. Di sana mereka lalu melakukan pengerusakan,” tutur Reynold.

Pada saat melakukan pengerusakan itu, korban sempat menahan namun terlapor tidak menghiraukan. Atas peristiwa itu, korban akhirnya melaporkannya ke Polda Lampung.

“Dari laporan ini, kami melakukan penyelidikan hingga kami mengetahui bahwa korban ini telah memiliki sertifikat SHM atas lahan tersebut sejak tahun 2003 lalu. Kemudian dari serangkaian penyelidikan akhirnya yang bersangkutan kami tetapkan menjadi tersangka,” ungkap Reynold.

Selain perkara perusakan, saat ini sedang dilakukan pendalaman terkait terbitnya dokumen Sporadik atas tanah tersebut tahun 2022. Jika ditemukan tindak pidana, maka pihaknya akan lakukan pengembangan penyidikan atas perbuatan tersebut.

Atas perbuatannya, pelaku terbukti melakukan tindak pidana dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 170 atau 406 KUHP. (detik.com)