BANDARLAMPUNG ��Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung meminta penyidik dan Jaksa KPK dan Pengadilan Tipikor Tanjung Karang bisa menindaklanjuti terkait fakta�fakta �yang terungkap di sidang perkara korupsi dugaan fee setoran proyek pada dinas Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat�(PUPR) Lampung Selatan (Lamsel).

�Kita minta jaksa KPK dan hakim untuk�mengambil langkah hukum,� terkait fakta di persidangan, khususnya nama �yang muncul yang diduga ikut menerima aliran dana fee setoran proyek dari dinas PU PR Lamsel,� kata Presidium KPKAD�Gindha Ansori Wayka, melalui rilis, Jumat (25/1).

Menurut dia, atas fakta yang terungkap dalam beberapa kali persidangan� penegak hukum dipandang perlu meningkatkan status Plt Bupati Lamsel Nanang Ermanto. Antara menjerat yang bersangkutan dengan

Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 12 dan 15 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP. Sehingga sambung dia,� penegakan hukum bisa�sesuai dengan adagium dan asas hukumnya yakni equality before the law dan tanpa pandang bulu.

�Fakta persidangan ini harus ditindaklanjuti jika tidak maka akan menambah rentetan panjang dugaan� pengungkapan tindak pidana korupsi yang setengah hati,� tegasnya.

Dikatakannya �jangan sampai penegak hukum dengan fakta hukum ini tidak meneruskan dan tidak menindaklanjutinya sebagai bagian dari mata rantai fakta hukum saat OTT di Lampung Selatan yang sedang diusut hingga saat ini.

Diketahui dalam sejumlah persidangan nama Pelaksana tugas Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto disebut-sebut� pernah menerima uang senilai Rp 480 juta dalam kurun 2017-2019. Uang itu ia terima dari empat orang.� Dua di antaranya adalah terdakwa anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho dan mantan Kepala Dinas PUPR Lamsel Anjar Asmara.

Selain dari Agus BN dan Anjar, Nanang mengaku terima uang dari Kepala Bidang Pengairan Sahroni dan mantan Kadis PUPR Lamsel Hermansyah Hamidi.

Sebelum menerima uang tersebut, Nanang mengaku terlebih dahulu memberi tahu Zainudin Hasan, bupati nonaktif Lampung Selatan.

“Saya mintanya selalu dengan bupati. Tapi ngasihnya lewat Sahroni, ABN (Agus BN), Hermansyah, dan Anjar,” kata Nanang saat bersaksi dalam sidang lanjutan kasus fee proyek Dinas PUPR Lamsel dengan terdakwa Agus BN dan Anjar Asmara, di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, Kamis (24/1).

Nanang pun mengakui telah mengembalikan uang Rp 480 juta itu melalui KPK. Pengakuan Nanang ternyata tidak sesuai dengan hasil berita acara pemeriksaan, pasalnya �Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Subari Kurniawan mengaku�Nanang menerima total Rp 960 juta selama 2017-2018.

Rinciannya, Rp 510 juta dari Sahroni, Agus BN, dan Hermansyah pada 2017. Kemudian, Rp 450 juta dari Agus BN dan Anjar pada 2018.

“Jadi, saya bacakan ini, di BAP. Pada 2017, Saudara Saksi (Nanang) menerima uang dari Syahroni, ABN, dan Hermansyah, total Rp 510 juta. Dan pada 2018, Saudara Saksi menerima uang dari ABN dan Anjar. Total Rp 450 juta,” paparnya. (net)