BANDARLAMPUNG � Langkah Gubernur Lampung terpilih, Arinal Djunaidi dikecam oleh tokoh masyarakat yang juga calon anggota DPD RI, M. Alzier Dianis Thabranie. Ini terkait dengan aktifitas Arinal yang melakukan peninjauan Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek serta pimpinan DPRD Lampung.

�Arinal Djunaidi sudah tidak ada malu dan tidak punya etika. Ngapain dia belum dilantik, sudah mendatangi, ngecek-ngecek RSUDAM, terus mendatangi pimpinan DPRD Lampung. Kan dia belum dilantik dan belum tentu juga akan dilantik jadi Gubernur Lampung. Dimana otaknya penasehat-panasehat politiknya. Uda kebelat sampai tidak punya malu,� tegas Alzier kepada wartawan koran ini.

Dikataan Alzier, dirinya saja memiliki Keputusan Mahkamah Agung (MA) RI nomor.437.K/TUN/2004, tertanggal 17 Juni 2005. Keputusan ini telah Incrach atau memiliki kekuatan hukum tetap.

�Tapi sampai sekarang putusan ini belum di eksekusi PTUN. Saya ini juga Gubernur Lampung terpilih. Jika mau sok-sokan, meributkannya, semua jelas, Ada landasan hukum dan polotik,� tuturnya lagi.

Sebelumnya wacana Arinal Djunaidi untuk membentuk tim transisi di masa pemerintahan Gubernur Lampung, Ridho Ficardo juga dinilai akademisi Univeritas Lampung (Unila), Dedi Hermawan, sangat tidak dibutuhkan. Pasalnya masyarakat lebih memilih menunggu agenda unggulan dari kepemimpinan Gubernur � Wakil Gubernur Lampung terpilih di pilgub 27 Juni 2018 lalu.

�Sebenarnya tim transisi ini kalau tidak diperkuat dengan argumentasi kebutuhan untuk diterapkan, sebenarnya tidak perlu. Jelaskan dulu agenda prioritas unggulan yang memang dibangun dari potensi peluang kekuatan di Lampung. Nah, narasi yang ditunggu oleh masyarakat sekarang ini belum muncul. Karena yang mau didengar masyarakat itu terkait alasan pembentukan tim transisi. Apa agenda besarnya dari kepemimpinan yang terpilih ini, kan tidak ada. Jadi tim transisi ini sekedar copy paste saja seperti yang di Jakarta, tetapi tidak ada isinya,�kata Dedi Hermawan, sebagaimana dilansir dari beberapa media online di Lampung.

Jika melihat rekam jejak dari Arinal Djunaidi selama ini, menurut dia, tidak ada sesuatu visi atau flatform yang sangat menjual atau bersifat urgen untuk direalisasikan di Bumi Ruwa Jurai. Sebab, mantan Sekdaprov Lampung ini bukan sosok yang mempunyai mimpi atau agenda besar untuk diwujudkan melalui ide gagasan.

�Ini tidak kelihatan dalam proses kampanye maupun dialog selama dan cenderung lemah. Sehingga pembentukan tim transisi tidak mempunyai legitimasi, idealisme, visi, platform yang kuat. Padahal, yang penting itu bukan tim transisinya, tetapi agenda besar apa yang mau dilaksanakan di 100 hari� atau 1 tahun pertamanya nanti. Itu yang ditunggu oleh masyarakat,�tegasnya.

Oleh karena itu, sebelum adanya pembentukan tim transisi sebaiknya dikomunikasikan terlebih dahulu mengenai agenda dan tingkat urgensi demi memajukan Bumi Ruwa Jurai periode 2019 � 2024 mendatang.

�Jadi komunikasikan dulu agenda yang memang urgen atau� program unggulan. Misalnya jika program itu diterapkan bisa mengangkat provinsi Lampung menjadi The Best di Sumatera misalnya. Jadi itu dulu yang harus diucapin ke masyarakat,�ujarnya.

Selain itu, ia khawatir tim transisi bakal menyimpang karena tidak dibangun dari pondasi argumentasi yang kuat. �Kita khawatir tim transisi menjadi tempat berkumpulnya orang-orang yang akan menjadi jembatan untuk berkomunikasi dengan Gubernur saja,�ucapnya.

Adapun dampak pembentukan tim transisi dengan landasan yang lemah bisa mengganggu sistim birokrasi yang implikasinya kinerja birokrasi menjadi melemah. Akibatnya pembangunan tidak berjalan optimal. Kemudian, masyarakat dan Provinsi Lampung yang�menjadi korban.

�Jadi pembentukan tim transisi atau apapun itu agar dipertimbangkan lagi tingkat manfaat, kebutuhan dan urgensi supaya tidak menjadi beban anggaran atau menjadi organ informal yang justru kontraproduktif terhadap upaya membangun profesionalime kinerja di pemerintahan,� pungkasnya. (red/net)