BANDARLAMPUNG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta benar-benar serius dalam mengusut kasus dugaan pembayaran pajak berbagai perusahaan besar di Provinsi Lampung. Terutama dalam hal pajak penggunaan alat berat. Harapan ini disampaikan tokoh masyarakat Lampung, M. Alzier Dianis Thabranie, Senin (12/8).

“Entah mengapa saya agak ragu, benarkah KPK berani untuk mengusut masalah dugaan pembayaran pajak berbagai perusahaan besar yang ada di Lampung,” tanya Alzier yang juga merupakan mantan Ketua Kadinda Provinsi Lampung ini.

Mengapa ? Karena selama ini lanjut Alzier, KPK cenderung hanya “berwacana” dalam menyikapi persoalan pajak. Bukti nyata dapat dilihat dari belum adanya peningkatan atau pendapatan yang signifikan dari pembayaran pajak berbagai perusahaan di Lampung bagi pemasukan pemerintah daerah.

“Padahal masalah ini sudah lama menjadi perhatian KPK. Tapi terkesan belum ada “action” nyata. Padahal saya sendiri sangat mendukung semua langkah cepat KPK dalam mengejar atau mengusut masalah pajak berbagai perusahaan di Lampung. Termasuk juga bila ada dugaan suap atau gratifikasi didalamnya,” tandasnya.

Pada kesempatan sama, Alzier juga berharap KPK tidak hanya “menyasar” pada pajak satu perusahaan besar saja. Seperti perusahaan gula bertaraf internasional dibawah naungan PT. Sugar Grup Company. Tapi juga berbagai perusahaan besar lain yang beroperasi di Lampung. Misalnya PT. Great Giant Pineapple, PT. Gunung Madu Plantation, PT. Sungai Budi Group (BW), PT. Teguh Wibawa Bhakti Persada (Sinar Laut), PT. Rindang Tigasatu Pratama dll.

“Usut semuanya. Jangan kesan ada tebang pilih. Sebab jika ini yang terjadi nantinya justru dapat menjatuhkan dan merugikan wibawa serta citra lembaga KPK di masyarakat,” pungkas dia lagi.

Seperti diberitakan KPK RI mendorong perusahaan pemasok gula di Lampung PT. Sugar Grup Company untuk taat membayar pajak. Tim Satgas Korsupgah KPK Korwil 3 Uding Juharudin mengatakan bahwa pihaknya akan lebih mengedepankan upaya pencegahan ketimbang penindakan. Karena akan lebih menguntungkan negara.

“Jika tidak mempan juga, kita terus mendorong agar patuh. Kalau tidak bisa juga, maka seakan-akan perusahaan itu tidak mengakui keberadaan negara. Maka apa boleh buat, kita tempuh langkah selanjutnya,”kata kata Uding, Rabu (7/8) lalu.

“Tetapi kita tetap menyampaikan pencegahan itu agar jangan seakan-akan penindakan menjadi tujuan utama. Gak bagus juga, malah menuhin penjara dan biaya untuk penindakan itu mahal,”ucapnya.

Pihaknya akan menggandeng semua pihak baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota untuk mendalami permasalahan tersebut. “Kalau masuk pajak pemerintah pusat, maka itu ranah Direktorat Dirjen Pajak (DJP). Tetapi kalau itu pajak daerah, maka itu ranah dinas setempat,”jelasnya.

Sebelumnya KPK juga telah merealisasikan pemantauan pendapatan daerah dari sektor pajak alat berat (PAB). Yakni dengan melakukan pendataan ke perusahaan besar di Lampung. KPK melakukan pemantauan langsung keberadaan potensi alat berat di PT. Gula Putih Mataram (GPM) Tulangbawang, Senin (22/4). Hal ini merupakan pendampingan kepada Pemprov Lampung yang beberapa tahun terakhir tidak bisa memungut PAB dari perusahaan.

Unsur KPK diwakili Ketua Tim Wilayah III Korsupgah, Dian Patria, dan Desmon. Didampingi tim dari Pemprov Lampung yang dipimpin Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lampung E. Piterdono.

Saat audiensi di aula PT GPM, terjadi beberapa pembicaraan antara KPK dan pihak direksi dan manajemen PT GPM. Saat itu KPK meminta data penggunaan alat berat di perusahaan tersebut.

Kendati demikian pihak perusahaan bersikukuh bahwa alat berat tidak bisa dipungut pajak. Hal tersebut disampaikan Ketua Apindo Lampung Yusuf Kohar yang ditunjuk sebagai salahsatu juru bicara.

Yusuf berpegangan dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 15/PUU-XV/2017, mengabulkan gugatan PT. Tunas Jaya Pratama, PT. Mappasindo dan PT. Gunung Bayan Pratamacoal perihal uji materi UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Yang menilai alat berat tidak bisa ditarik pajak. “Karena secara tertulis demikian, dasar kami amar putusan MK,” ujarnya.

Namun pada akhirnya perusahan meminta waktu setelah KPK menjelaskan beberapa poin tentang ketetapan bahwa PAB bisa ditarik selagi UU tidak dirubah.

Dian Patria menjelaskan, perusahaan meminta waktu untuk berfikir dan meminta penegasan aturan seperti yang ada di Riau. Di mana, menurut KPK, Provinsi Riau tetap menerapkan pemungutan PAB, dengan dasar surat dari Kementeri Keuangan.

“Jadi perusahaan juga meminta penegasan. Nanti kita dorong Bapenda agar konsultasi ke Kemenkeu dan mengirim surat ke perusahaan. Tidak hanya GPM saja tapi seluruh perusahaan yang ada alat berat,” jelasnya.(red)