PESAWARAN – Jamaah tabligh dari Desa Bogorejo Kecamatan Gedongtataan Pesawaran melurug Pemkab dan Kantor DPRD setempat. Mereka meminta pemerintah segera meminta maaf secara terbuka atas indikasi kejanggalan dan rekayasa pada hasil pemeriksaan rapid tes SA (54)

“Saya bersama jamaah tabligh lainnya meminta pihak DPRD untuk memfasilitasi pertemuan dengan jajaran Dinas Kesehatan dan RSUD Pesawaran secepatnya, tentang penanganan SA yang banyak kejanggalan dan terkesan ada paksaan sehingga berakibat pada dampak sosial yang diterima oleh keluarga dan jamaah terkait. Permohonan maaf secara terbuka ini untuk membersihkan kembali nama tabligh terutama SA dan keluarganya. Terus terang akibat masalah ini bukan hanya keluarga SA saja yang mendapat perlakukan kurang enak dari masyarakat, tapi beberapa jamaah juga merasakan hal yang sama, bahkan berimbas pada penghasilan,” ungkap Safrudin Tanjung, salah satu perwakilan jamaah, Senin (11/5).

Tanjung menilai Dinas Kesehatan terlalu memaksakan hasil rapid tes pada SA yang dilakukan pada 16 April lalu. �Padahal, setelah kembali dari Thailand dengan rute Malaysia dan Batam pada 18 Maret, SA tidak memiliki gejala. Keesokan harinya, pada 19 Maret, SA langsung melaporkan kepulanganya ke Puskesmas Gedongtataan dan langsung disarankan untuk menjalani isolasi mandiri selama 14 hari.

“Tapi kenapa sudah hampir satu bulan pulang dan ia juga sudah isolasi mandiri tiba-tiba para petugas medis bersama aparat datang untuk melakukan rapid tes yang hasilnya pada saat itu reaktif sehingga SA dibawa ke RSUD Pesawaran untuk diisolasi. Dan ini yang kami pertanyakan apa dasar tim medis untuk melakukan rapid tes dan menyebut SA masuk dalam custer Malaysia. Padahal di Malaysia ia hanya transit. Siapa yang memerintahkan untuk melakukan rapid tes,” ujarnya

Selain itu Tanjung mengatakan, saat SA dinyatakan positif berdasarkan hasil tes swab kedua dan akan dipindahkan ke rumah sakit di Bandar Lampung. Juga beredar video SA saat berpelukan dan mencium anaknya sebelum pamit dari rumah sakit dan disaksikan petugas medis tanpa menggunakan APD sebagai pelindung diri.

“Kalau memang dia telah dinyatakan positif, kenapa keluarga dan anaknya diperbolehkan untuk kontak. Padahal seharusnya dilakukan sesuai dengan SOP. Kalau hal ini kan bisa-bisa mereka atau apa ini?,” ucapnya.

Senada ditambahkan Wilson. Ia menduga ada rekayasa dalam proses penanganan SA yang menurutnya tidak sesuai dengan SOP.

�Harusnya pemerintah Pesawaran lebih jeli dalam menangani hal ini, bukan hanya sekedar rekayasa. Sebab ini bisa membuat konflik antara jamaah dan masyarakat lainnya. “Atau mungkin ada rencana agar Pesawaran ini mau dibuat menjadi zona merah sehingga bantuan-bantuan dari pusat bisa segera turun, begitu bukan?,” timpalnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Pesawaran Harun Tri Djoko memastikan Dinkes tidak sedikitpun melakukan rekayasa, apalagi untuk menjemput bantuan dari pusat. “Kalau awal mula tim medis itu turun dan melakukan rapid tes, itu saya yang memerintahkan. Dan hal itu dilakukan berdasarkan informasi yang diberikan Kabag ops yang menyebut bahwa ada orang dari India berada di Desa Bogorejo. Dan kami juga sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa, ternyata tidak ada yang dari India tapi adanya bapak SA ini maka ia yang dilakukan rapid tes dan hasilnya reaktif sehingga dilakukan isolasi di rumah sakit,” terangnya.

Sedangkan terkait video yang beredar saat SA akan dipindahkan ke rumah sakit rujukan di Bandar Lampung, Harun mengatakan bahwa pihaknya telah meminta penjelasan dari petugas rumah sakit. Dan apabila ternyata tidak sesuai dengan SOP maka pihaknya menyatakan siap untuk meminta maaf.

“Kalau memang itu ada kesalahan di kami, maka kami siap untuk meminta maaf yang sebesar-besarnya. Apalagi kami ini kan orang bangak yang punya tugas dan fungsinya masing-masing,” pungkasnya.

Sementara, Ketua DPRD Pesawaran M. Nasir mengatakan bahwa pihaknya akan mencoba mencari akar permasalahan tersebut termasuk info-info awal yang menjadi rujukan dilakukannya penanganan terhadap SA.

“Kalau kita dengar info yang disampaikan oleh Kepala Dinas tadi sudah jelas salah alamat, karena infonya orang dari India. Tapi kenapa hal ini tetap dilanjutkan. Dan jika memang ada indikasi seperti yang disampaikan dari kawan majelis bahwa ini adalah rekayasa, maka nanti akan ada proses-proses yang akan kami lakukan. Apalagi telah menimbulkan dampak sosial dan ekonomi,” pungkasnya. (Don)