BANDAR LAMPUNG – Aksi sejumlah warga yang menuntut penyelesaian banjir di Bandar Lampung diwarnai beragam tindak brutalisme aparat. Massa aksi ditendang, diseret, dipiting, dicekik, hingga luka-laka.

Padahal, mereka hanya menyuarakan aspirasi masyarakat yang terdampak banjir Bandar Lampung. Sebagaimana diketahui, selama 2025 saja, sekitar 14 ribu rumah dan 11 ribu orang terdampak banjir. Banjir juga sudah merenggut 8 nyawa.

Atas dasar tersebut, Advokat Putri Maya Rumanti S.H., M. H. mengecam segala bentuk tindak represifitas aparat saat menangani aksi. Menurutnya, tindakan tersebut mencederai demokrasi dan melanggar hak asasi manusia.

“Setiap warga negara bebas menyatakan pendapatnya dan tidak boleh dihalangi apalagi mendapat kekerasan,” katanya.

Putri juga menilai alasan Kasat Pol PP yang menyebut mereka yang demo terindikasi warga luar kota dinilai jawaban ‘Asbun” (asal bunyi).

“Indikasi warga luar kota masalahnya apa? Mungkin saja dia domisil luar tapi bekerja di Bandar Lampung. Apa yang jadi masalah? Jangan mencari-cari kesalahan Kasat Pol PP itu ya, Apa ada undang-undang yangg melarang warga bukan KTP melakukan protes atas perihal banjir yang dialami. Perlu diingat, banjir tidak tanya alamat KTP, tidak tanya usia, tidak tanya kaya atau miskin!!!,” katanya

Melihat rekaman video yang dinilai sangat ganas dan brutal, Putri meminta pihak kepolisian mengusut pelaku kekerasan terhadap massa aksi. Hak tersebut demi tegaknya keadilan di kota Tapis Berseri.

“Bila kekerasan tersebut tidak diproses dan didiamkan, kepolisian juga lalai akan tugasnya dalam menjaga masyarakat,” katanya

Putri menuntut Walikota Bandar Lampung Eva Dwiana untuk segera bertanggung jawab atas persoalan banjir di Bandar Lampung. Karena penanganan banjir merupakan tanggung jawab penuh Walikota sebagai pemegang mandat rakyat. (*)