JAKARTA – UU Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah telah mengatur tentang umrah mandiri.
Umroh mandiri adalah perjalanan ibadah umroh yang direncanakan dan dilaksanakan secara pribadi oleh jamaah tanpa melalui agen perjalanan (travel agent).
Dalam umroh mandiri, jamaah bertanggung jawab penuh atas semua persiapan, seperti pemesanan tiket pesawat, akomodasi, transportasi lokal, dan pengurusan visa, sehingga dapat menentukan jadwal dan memilih fasilitas yang lebih fleksibel sesuai keinginan.
Aturan terkait umrah mandiri termaktub dalam Pasal 86 ayat (1) UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Perjalanan Ibadah Umrah dilakukan: a. melalui PPIU; b. secara mandiri; atau c. melalui Menteri,” bunyi Pasal 86 ayat (1) UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Dalam UU Haji dan Umrah terbaru, telah disisipkan Pasal 87A yang mengatur terkait persyaratan bagi umrah mandiri.
Dalam Pasal 87A diatur lima persyaratan, yakni:
1. beragama Islam;
2. memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat 6 (enam) bulan dari tanggal pemberangkatan;
3. memiliki tiket pesawat tujuan Arab Saudi yang sudah jelas tanggal keberangkatan dan kepulangannya;
4. memiliki surat keterangan sehat dari dokter;
5. memiliki visa serta tanda bukti pembelian paket layanan dari penyedia layanan melalui Sistem Informasi Kementerian.
Selanjutnya dalam Pasal 88A mengatur bahwa jemaah umrah mandiri berhak memperoleh dua hal, yakni:
1. Memperoleh layanan yang sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyedia layanan dengan jemaah umrah;
2. Melaporkan kekurangan dalam pelayanan penyelenggaraan ibadah umrah kepada menteri.
Diketahui, DPR dan pemerintah telah melakukan pengambilan keputusan tingkat II dan mengesahkan revisi UU Nomor 8 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah menjadi undang-undang
Undang-undang baru tersebut diharapkan dapat meningkatkan akomodasi, transportasi, dan pelayanan haji serta umrah pada tahun-tahun berikutnya.
“Perubahan ini merupakan upaya untuk meningkatkan pelayanan jemaah, mulai dari akomodasi, konsumsi, transportasi, hingga pelayanan kesehatan di Makkah, Madinah, serta saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina,” ujar Ketua Komisi VIII DPR saat membacakan laporan dalam Rapat Paripurna ke-4 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026, Selasa (26/8/2025).
Undang-Undang Haji dan Umrah yang baru diharapkan dapat menyesuaikan perkembangan dan kebijakan pemerintah Arab Saudi.
Di samping itu, salah satu poin penting dalam revisi UU Haji dan Umrah adalah peningkatan status Badan Penyelenggara (BP) Haji menjadi Kementerian Haji dan Umrah.
“Panja Komisi VIII DPR RI dan panja pemerintah Republik Indonesia bersepakat, satu, kelembagaan penyelenggara berbentuk Kementerian Haji dan Umrah,” ujar Marwan.
“Kedua, Kementerian Haji dan Umrah Republik Indonesia akan menjadi satu atap atau one stop service. Semua yang terkait dengan penyelenggaraan haji akan dikendalikan dan dikoordinasikan oleh Kementerian Haji dan Umrah,” sambungnya. (kompas)


















