BANDARLAMPUNG – Hasil Investigasi Universitas Lampung (Unila) terhadap Kasus Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Ekonomi Pecinta Alam (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unila yang diduga menjadi penyebab meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa jurusan bisnis digital FEB tahun 2024, direspon Advokat Peradi Bandarlampung, Hengki Irawan, S.P., S.H., M.H.
Menurut Hengki Irawan hasil investigasi ini akan sangat membantu kinerja pihak Polda Lampung.
Dimana tim investigasi Unila telah menemukan adanya kasus kelalaian pengawasan kegiatan Diksar Mahepel yang diduga kuat mengandung kekerasan fisik maupun mental. Tiga bentuk kelalaian itu, berupa, kelalaian individu, kelalaian kolektif oleh panitia Mahepel, dan kelalaian struktural di tingkat fakultas, termasuk lemahnya supervisi Wakil Dekan III dan pembiaran oleh Dosen pembina lapangan.
“Jadi para pihak-pihak ini yang harus diperiksa mendalam dan dikejar pertanggungjawaban secara hukum dengan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Lampung. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung harus diusut. Sebab bagaimanapun peristiwa ini bisa terjadi bermula dari adanya proses perizinan kegiatan, namun tidak disertai adanya pengawasan, termasuk dari pihak dekanat,” ujar Hengki Irawan, Rabu, 24 Juni 2025.
Karenanya Hengki Irawan meminta penyidik Polda Lampung tidak segan-segan untuk menetapkan pihak dekanat dalam hal ini pimpinan fakultas sebagai tersangka.
“Tidak hanya, dari pihak mahasiswa dalam hal ini pengurus dan anggota Mahepel Unila dan pihak alumni. Tapi termasuk dari pihak dekanat, yakni pimpinan fakultas,” tegasnya lagi.
Seperti diketahui Tim Investigasi Unila, Rabu, 18 Juni 2025, mengadakan konferensi pers menyampaikan hasil investigasi kegiatan Diksar Mahapel FEB yang diduga menyebabkan meninggalnya mahasiswa Pratama Wijaya Kusuma, serta terjadinya sejumlah tindakan kekerasan terhadap peserta lain.
Dalam konferensi pers ini, tim investigasi Unila memaparkan adanya praktik kekerasan fisik dan psikis yang merendahkan martabat peserta Diksar, termasuk tindakan mencelupkan kepala ke lumpur, pemukulan, pemaksaan aktivitas ekstrem dalam kondisi tidak aman, serta penghinaan verbal.
Lalu adanya pelibatan aktif sejumlah alumni dan senior sebagai pelaku langsung atau sebagai pihak yang membiarkan kekerasan terjadi, yang bertentangan dengan prinsip keselamatan dan pembinaan dalam pendidikan.
Kemudian ada juga kelalaian struktural di tingkat fakultas, ditandai dengan lemahnya supervisi Wakil Dekan III, pembiaran oleh Dosen Pembina Lapangan (DPL), serta absennya verifikasi dan pengawasan terhadap kegiatan yang dilaksanakan di luar kampus.
Dan terakhir adanya sikap tidak kooperatif organisasi Mahapel, termasuk penolakan memberikan data, menghindari proses klarifikasi, serta tidak membuka akses atas dokumen kegiatan yang relevan.
Menurut Wakil Rektor (WR) III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Prof. Sunyono, pihaknya akan menyerahkan laporan investigasi ini kepada kementerian, pihak kepolisian, dan masyarakat sebagai bagian dari komitmen transparansi.
Selanjutnya, Unila akan mendorong dan memfasilitasi proses hukum yang adil bagi korban maupun pelaku yang terbukti bersalah, serta mengawal proses pemulihan kelembagaan, memperkuat sistem pelaporan kekerasan, dan memperbaiki SOP pembinaan organisasi kemahasiswaan di semua fakultas.
Sementara itu Polda Lampung berencana melakukan ekshumasi terhadap jenazah Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa FEB Unila Tahun 2024, yang meninggal dunia karena diduga mengalami tindak kekerasan usai mengikuti Diksar Mahepel. Ekshumasi sendiri merupakan proses penggalian jenazah yang telah dimakamkan, yang biasanya dilakukan untuk tujuan pemeriksaan medis, penyelidikan hukum, atau pemakaman kembali. Ekshumasi sering dilakukan jika ada dugaan kematian tidak wajar, atau jika ada kebutuhan untuk menentukan penyebab kematian yang lebih akurat.
“Saat ini kami masih melakukan penyelidikan terkait laporan kasus Unila ini. Kami akan melakukan gelar untuk mengetahui apakah ada tindak pidana dimaksud, bila ditemukan ada peristiwa pidana akan dilakukan proses penyidikan dan ke depan kita juga berencana melakukan ekshumasi atau menggali ulang untuk dilakukan autopsi terhadap jenazah korban,” kata Direktur Ditreskrimum Polda Lampung, Kombes Pahala Simanjuntak, Rabu (4/5/2025).
Saat ini polisi saat ini baru menggali keterangan dari pihak keluarga korban. Polisi menjadwalkan pemeriksaan pihak Mahapel pada pekan depan.
“Sampai dengan kemarin masih orang tua korban yang kami mintai keterangan,” bebernya.
Seperti diketahui Selasa, 3 Mei 2025, Wirna Wani, ibu almarhum Pratama Wijaya Kusuma, secara resmi telah melaporkan kasus dugaan kekerasan yang menyebabkan kematian putranya ke Polda Lampung. Laporan itu tercatat dengan nomor STTLP/B/384/VI/2025/SPKT/Polda Lampung. Sebelumnya Pratama meninggal dunia pada 28 April 2025. Keluarga menilai kematiannya diduga karena adanya kekerasan yang dialaminya. Yakni saat mengikuti kegiatan diksar organisasi Mahepel di kawasan Gunung Betung, Kabupaten Pesawaran beberapa waktu yang lalu.
Kasus ini sendiri menarik perhatian Badan Pimpinan Pusat (BPP) Konvensi Advisor Indonesia Maju (BPP-KAIM) .
“Semoga Polda Lampung, dapat mengungkap kasus ini dengan bergerak cepat mencari saksi dan alat bukti lainnya. Masyarakat Lampung sangat menunggu keseriusan Polda Lampung untuk segera menetapkan semua pihak yang terlibat sebagai tersangka,” ujar Ketua Umum BPP PKAIM, H. Nuryadin S.H., Senin, 2 Juni 2025.
Menurut H. Nuryadin, kasus kekerasan seperti ini tidak boleh terjadi lagi. Karenanya para pelakunya harus diberikan hukuman setimpal dan seadil adilnya. Tujuannya agar ada efek jera dan dan tidak terulang kembali di tahun mendatang.
“Untuk semua pihak harus diusut. Termasuk pihak Dekanat FEB Unila yang memberikan izin sehingga kegiatan diksar itu dapat berjalan. Jika memang ditemukan adanya kelalaian, dan tidak dilakukan pengawasan, maka mereka pun dapat dimintakan pertanggungjawaban,” pungkas H. Nuryadin.(red)