BANDARLAMPUNG – Polda Lampung menetapkan delapan tersangka kasus dugaan penganiayaan dan kekerasan pada Pendidikan Dasar (Diksar) Organisasi Mahasiswa Ekonomi Pecinta Alam (Mahepel) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Lampung (Unila) yang diduga menjadi salahsatu penyebab meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa jurusan bisnis digital FEB tahun 2024. Ke-8 tersangka terdiri dari 4 mahasiswa dan 4 alumni. Hal ini diungkapkan Dirkrimum Polda Lampung Kombes Indra Hermawan, kemarin.

Menurut Indra Hermawan pihaknya telah melakukan, penyelidikan kasus ini berdasarkan laporan polisi nomor LP/B/384/VI/2023/SPKT Polda Lampung tanggal 3 Juni 2025 dengan pelapor atas nama Wirna Wani. Lalu penyidik telah melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi, ekshumasi jenazah, hingga permintaan pendapat ahli.

Dari hasil ekshumasi yang dirilis pada 7 Oktober 2025 menunjukkan korban meninggal dunia akibat peningkatan tekanan intrakranial karena adanya tumor otak (oligodendroglioma).

Namun demikian dari hasil penyelidikan, polisi menemukan adanya peristiwa kekerasan fisik yang dialami korban dan peserta Diksar lainnya.

“Ini berdasarkan keterangan saksi, barang bukti, serta hasil pemeriksaan ahli. Meski tidak menyebabkan kematian, perbuatan tersebut termasuk tindak pidana penganiayaan,” terangnya.

Atas temuan ini, penyidik kemudian menetapkan delapan orang sebagai tersangka. Mereka terdiri dari panitia dan alumni di kegiatan Diksar.

“Para tersangka masing-masing berinisial AA, AF, AS, SY, DAP, PL, RAN, dan AI. Peran mereka berbeda. Mulai dari menampar, menendang, menyeret peserta, hingga memerintahkan kegiatan fisik seperti push-up dan sit-up yang menimbulkan rasa sakit,” jelas Indra lagi.

Dalam perkara ini, ke-8 tersangka dijerat Pasal 351 ayat 1 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang tindak pidana penganiayaan. Ancaman pidana penjaranya hingga dua tahun delapan bulan.

Sebelumnya hasil Investigasi Unila terhadap Kasus Diksar Mahepel FEB Unila yang diduga menjadi penyebab meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa jurusan bisnis digital FEB tahun 2024, direspon Advokat Peradi Bandarlampung, Hengki Irawan, S.P., S.H., M.H.

Menurut Hengki Irawan hasil investigasi ini akan sangat membantu kinerja pihak Polda Lampung.

Dimana tim investigasi Unila telah menemukan adanya kasus kelalaian pengawasan kegiatan Diksar Mahepel yang diduga kuat mengandung kekerasan fisik maupun mental. Tiga bentuk kelalaian itu, berupa, kelalaian individu, kelalaian kolektif oleh panitia Mahepel, dan kelalaian struktural di tingkat fakultas, termasuk lemahnya supervisi Wakil Dekan III dan pembiaran oleh Dosen pembina lapangan.

“Jadi para pihak-pihak ini yang harus diperiksa mendalam dan dikejar pertanggungjawaban secara hukum dengan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Lampung. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung harus diusut. Sebab bagaimanapun peristiwa ini bisa terjadi bermula dari adanya proses perizinan kegiatan, namun tidak disertai adanya pengawasan, termasuk dari pihak dekanat,” ujar Hengki Irawan, Rabu, 24 Juni 2025.

Karenanya Hengki Irawan meminta penyidik Polda Lampung tidak segan-segan untuk menetapkan pihak dekanat dalam hal ini pimpinan fakultas sebagai tersangka.

“Tidak hanya, dari pihak mahasiswa dalam hal ini pengurus dan anggota Mahepel Unila dan pihak alumni. Tapi termasuk dari pihak dekanat, yakni pimpinan fakultas,” tegasnya lagi.

Seperti diketahui Tim Investigasi Unila, Rabu, 18 Juni 2025,  mengadakan konferensi pers menyampaikan hasil investigasi kegiatan Diksar Mahapel FEB yang diduga menyebabkan meninggalnya mahasiswa Pratama Wijaya Kusuma, serta terjadinya sejumlah tindakan kekerasan terhadap peserta lain.

Dalam konferensi pers ini, tim investigasi Unila memaparkan adanya praktik kekerasan fisik dan psikis yang merendahkan martabat peserta Diksar, termasuk tindakan mencelupkan kepala ke lumpur, pemukulan, pemaksaan aktivitas ekstrem dalam kondisi tidak aman, serta penghinaan verbal.

Lalu adanya pelibatan aktif sejumlah alumni dan senior sebagai pelaku langsung atau sebagai pihak yang membiarkan kekerasan terjadi, yang bertentangan dengan prinsip keselamatan dan pembinaan dalam pendidikan.

Kemudian ada juga kelalaian struktural di tingkat fakultas, ditandai dengan lemahnya supervisi Wakil Dekan III, pembiaran oleh Dosen Pembina Lapangan (DPL), serta absennya verifikasi dan pengawasan terhadap kegiatan yang dilaksanakan di luar kampus.

Dan terakhir adanya sikap tidak kooperatif organisasi Mahapel, termasuk penolakan memberikan data, menghindari proses klarifikasi, serta tidak membuka akses atas dokumen kegiatan yang relevan.

Menurut Wakil Rektor (WR) III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Prof. Sunyono, pihaknya akan menyerahkan laporan investigasi ini kepada kementerian, pihak kepolisian, dan masyarakat sebagai bagian dari komitmen transparansi.

Selanjutnya, Unila akan mendorong dan memfasilitasi proses hukum yang adil bagi korban maupun pelaku yang terbukti bersalah, serta mengawal proses pemulihan kelembagaan, memperkuat sistem pelaporan kekerasan, dan memperbaiki SOP pembinaan organisasi kemahasiswaan di semua fakultas.(red)