JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyorot “Raja Gula” Indonesia, Sugar Group Companies (SGC). Ini terkait sejumlah kasus yang jadi perbincangan publik. Seperti adanya pengakuan Eks Pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Zarof mengaku pernah membantu mengurus perkara perdata kasus gula bahkan sempat berkonsultasi ke eks Hakim Agung Sultoni terkait perkara tersebut.

Dimana dalam sidang tingkat kasasi, Zarof Ricar mengaku menerima Rp 50 miliar dari fee membantu pengurusan perkara sengketa Sugar Group. Lanjut dalam Proses Peninjauan Kembali (PK) Zarof juga kembali mengaku menerima Rp20 miliar. Uang itu didapatnya dari orangnya Sugar Group yang mengaku bernama Nyonya Lie.

Habiburokhman mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) serius mendalami dan serta transparan menjelaskan posisi Gulaku itu. Tak hanya soal kasus suap, Habiburokhman menyinggung bahwa perusahaan milik Gunawan Yusuf itu, punya pengaruh politik dan ekonomi yang kuat di markasnya di Lampung. Legislator Partai Gerindra itu bahkan membeberkan, Sugar Group punya peran besar dalam pendanaan politik, termasuk Pilkada di Lampung. Menurutnya, hal itu telah jadi rahasia umum dan telah lama menjadi buah bibir meskipun sejauh ini belum terbukti secara hukum.

“Kita melihat ada satu clue yang bagus terkait Gulaku ini. Gulaku itu sudah bolak-balik dibahas masyarakat, ada dibilang bahwa kalau tanpa mereka orang ikut Pilkada tidak akan menang dan lain sebagainya, itu wallahualam. Tapi keluhan itu ada besar sekali,” ucap Habiburokhman dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III DPR RI bersama Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pada Selasa (20/5/2025).

Tak hanya itu, potensi kerugian negara dari sektor sumber daya alam atas praktik usaha yang dilakukan Gulaku juga perlu diusut. Ia mempertanyakan apakah pemanfaatan lahan Sugar Group sudah sejalan ketentuan hukum, serta apakah hasil ekonominya memberikan kontribusi adil bagi negara.

“Lalu, apakah ini bisa dikembangkan sebagaimana dengan apa yang sedang bapak-bapak lakukan saat ini? Mengusut kasus-kasus terkait penyelamatan kekayaan negara di bidang sumber daya alam? Misalnya dia berapa HGU-nya,” lanjutnya.

“Lalu de facto di lapangan berapa yang dia (SGC) tanami, yang dia ambil keuntungan, dikali berapa tahun. Kalau pakai cara yang sekarang, itu mungkin bisa mencapai bertriliun-triliun mungkin kerugian keuangan negara. Nah, kita pengen seperti itu, pak,” ujarnya.

Menurutnya, pengusutan tak boleh berhenti pada angka-angka kecil. Tapi harus menyasar struktur dan dampak sistemik yang ditimbulkan. Tak lupa, Habiburohman menekankan pentingnya kejelasan hukum, baik untuk publik maupun SGC sendiri, agar tak terjadi stigma tanpa dasar yang bisa merugikan berbagai pihak.

“Sehingga menjadi jelas, Gulaku juga ada baiknya mendapat kepastian hukum agar mereka tidak dituduh-tuduh lagi. Masyarakat yang menuduh-nuduh pun bisa mendapat jawaban yang jelas,” tegasnya.

Menyikapi ini, Jampidus Febrie Adriansyah mengungkapkan, pihaknya telah memeriksa pemilik Sugar Group Companies. Mereka Purwanti Lee atau Ny. Lee dan Gunawan Yusuf.

“Terkait kasus Gulaku atau Sugar Group Company pada Zarof Ricar sebagaimana pertanyaan tertulis dimaksud, telah dilakukan pemeriksaan Purwanti Lee alias Nyonya Lee, Vice President PT Sweet Indolampung (SIL), tanggal 23 April 2025, dan Gunawan Yusuf, Direktur Utama pada PT. Suite Indolampung pada tanggal 24 April 2025,” ungkap Febrie.

Adapun sebelumnya, pemilik Sugar Group Companies Purwarti Lee atau Ny Lee dan Gunawan Yusuf telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mereka dilaporkan berkaitan dengan fakta persidangan eks pejabat MA Zarof Ricar, yang merupakan terdakwa dalam kasus dugaan suap vonis bebas Ronald Tannur.

Febrie menegaskan, dua petinggi perusahaan itu sudah dua kali diperiksa. Hal ini sekaligus menjawab keraguan para legislator di Komisi III terkait kasus Gulaku. Pihaknya saat ini terus mendalami apakah ada pihak-pihak yang dapat ditetapkan sebagai tersangka atau tidak. Namun, dia tak bisa bicara dalam forum tersebut.

“Apakah Gulaku ini tidak diperiksa? Diperiksa, Pak Suding. Sudah dua kali panggilan kita sedang dalami apakah dia tersangka atau tidak,” kata dia.

Kendati demikian, Febrie menegaskan, perintah Jaksa Agung ST Burhanuddin supaya semua kasus tindak pidana korupsi yang merugikan negara harus diusut tuntas. Dia bahkan siap terang-terangan kepada Komisi III DPR terkait status Nyoya Lee dan Gunawan Yusuf.

“Mungkin secara tertutup pada akhirnya kita pun tidak keberatan dibuka karena kita berkepentingan juga untuk berantas ini,” ucap dia.

Sebelumnya dalam RDP ini, anggota Komisi III DPR minta perkara makelar kasus eks pejabat MA Zarof Ricar diusut dari awal, tak hanya berkaitan perkara vonis bebas Ronald Tannur. Legislator juga mendorong terungkapnya peran Zarof Ricar di perkara kasus perdata gula.

“Jangan sampai hanya sebatas pada kasus Lisa Rachmat, tapi banyak kasus yang menyertai ini. Itu banyak catatan dan itu banyak catatan, nah itu yang kita pengin tahu dari Pak Jampidsus,” kata anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding dalam rapat Komisi III DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).

“Jadi tidak hanya sebatas di Mahkamah Agung menurut saya tahun 2023-2024, tapi ditelusur dari awal kasus-kasus ini kan begitu,” tambahnya.

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman juga menyoroti kasus perdata gula pada perkara Zarof Ricar. Komisi III DPR disebut ingin tahu konteks perkara tersebut.

“Maka ketika ada berita tersebut ada Gulaku di kasus Zarof Ricar, kita pengin tahu seperti apa konteksnya, kan Bapak-bapak sudah periksa, perkara yang mana, apakah ini bisa dikembangkan sebagaimana mengusut kekayaan negara di bidang SDA Pak,” ucapnya.

Jampidsus Febrie Adriansyah pun mengatakan perkara Zarof Ricar menjadi prioritas pihaknya. Jaksa tak pandang bulu dan berhati-hati pada setiap temuan barang bukti yang didapat, termasuk penyitaan Rp 1 triliun dari Zarof Ricar selama menjabat 1 dekade.

“Balik ke pertanyaan Pak Sudding termasuk perkara Zarof Ricar ini menjadi perkara prioritas kita yang di dalamnya memang sedang kita dalami nih Pak Sudding sedang kita dalami. Tapi, fakta yang ada ketika kita masuk, kita ketemu duit Rp 1 triliun dan SOP kita juga jelas ketika anak-anak masuk itu bagaimana menjaga supaya satu lembar atau satu ikat tidak hilang,” ujar Febrie.

“Itu selalu kita wajibkan dia bawa keluarganya, bawa ketua RT dan tidak boleh menghitung kecuali orang bank sehingga clear and clean ketika barang tersebut bisa dibawa. Kira-kira mekanisme dalam yang saya buka sekarang di Komisi III kira-kira seperti itu sehingga kita bisa jamin bahwa jaksa kita terjaga ketika membawa itu,” tambahnya.

Febrie mengatakan kasus TPPU dari Zarof Ricar juga terus didalami oleh Jampidsus. Namun, Febrie mengatakan semua butuh proses untuk menemukan bukti pendukung.

“Zarof Ricar sekarang sedang kita kejar TPPU kita berharap dia mau bercerita banyak Pak Sudding. Termasuk di persidangan ada pertanyaan publik kenapa tidak dicantumkan? Kita nggak berani juga mencantumkan apa bila jaksa tidak bisa membuktikan penuh tentang Gulaku umumnya atau tentang siapa, proses tetap berjalan,” ungkapnya.

Febrie mengatakan sampai saat ini ada sejumlah aset kekayaan yang disita oleh Kejagung dalam perkara Zarof Ricar. Febrie menegaskan jika kasus perdata gula di perkara Zarof Ricar juga ditelusuri.

“TPPU ini pun sampai sekarang ini ada 8 aset rumah mewah, ada 7 bidang tanah, hampir seluruh aset yang terindikasi selama beliau menjabat tersita dengan jaksa di perkara TPPU. Ini salah satu pintu yang kita harapkan Zarof Ricar pikirannya menjadi terang Pak Sudding dia bisa ingat lagi,” kata Febrie.

“Pertanyaannya, apakah Gulaku ini tidak diperiksa? Diperiksa Pak Suding sudah 2 kali panggilan kita sedang dalami apakah dia tersangka atau tidak, mungkin secara tertutup pada akhirnya kita pun tidak keberatan dibuka karena kita berkepentingan juga untuk berantas ini,” imbuhnya.(red/net)