LANPUNG- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyoroti keras tindakan pemagaran laut menggunakan jaring apung sepanjang 3 KM lebih dan lebar kurang lebih 500 Meter yang dilakukan oleh pihak Lampung Marriott Resort & Spa di pesisir pantai, Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.

Direktur Eksekutif Daerah WALHI Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan, pemagaran itu dapat merugikan kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat nelayan karena mengganggu akses keluar masuk perahu dan mempersempit wilayah tangkap mereka.

“Dengan adanya, pemasangan pagar Laut Jaring apung yang di lakukan oleh Lampung Marriott Resort itu tidak relevan walaupun Izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL). Jika bicara dampak, sangat berdampak apalagi kepada akses nelayan, karena itu tempat masyarakat nelayan mencari nafkah,” terangnya, Selasa (16/12/2025).

Irfan Tri Musri mendesak Lampung Marriott Resort segara mencabut dan membongkar pagar Jaring apung tersebut, karena sangat berdampak kepada ruang lingkup dan akses nelayan.

Menurut dia, jangan sampai kepentingan dari Lampung Marriott Resort dalam pengembangan wisata membatasi hak-hak masyarakat nelayan.

“Saya meminta kepada Lampung Marriott Resort segara mencabut dan membongkar pagar Jaring apung tersebut, dan WALHI mencurigai adanya pelanggaran aturan tata ruang laut dan mendesak pemerintah untuk menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk kemungkinan keterlibatan perusahaan swasta besar,” tegasnya.

Sebelumnya, Ratusan Nelayan yang tergabung dalam Gabung Kelompok Perikanan (Gapokkan) Mitra 10, yang ada di Kecamatan Teluk Pandan Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung menjerit, karena Lampung Marriott Resort & Spa memasang pagar Jaring pelampung tempat mereka mencari nafkah.

Ketua Gapokkan Mitra 10, Mawardi (41) warga Desa Hanura Kecamatan Teluk Pandan mengungkapkan semenjak pihak Hotel Marriott memasang pagar jaring pelampung sepanjang 3 KM lebih dan lebar kurang lebih 500 Meter, pendapatan para nelayan turun drastis.

“Dari pihak manajemen hotel Marriott tidak ada musyawarah maupun koordinasi dengan para nelayan, padahal hidup kami tergantung dari hasil tangkapan ikan,” kata Mawardi.

Mawardi menceritakan, dengan adanya pemasangan Pagar Jaring laut di sepanjang area Hotel Marriott tersebut sangat berdampak pada hasil tangkapan ikan.

“Sebelum pagar jaring pembatas itu di pasang, jika lagi musim ikan, kami rata-rata para nelayan mendapatkan hasil tangkapan ikan perhari bisa mencapai 60 Kg ikan, namun sekarang kami hanya mendapatkan ikan 1 Kg perhari,” sebutnya.

Dia menerangkan, sebelumnya pihak nelayan pernah berkoordinasi dengan Ombusman namun sampai sekarang belum ada tindak lanjut.

“Pemasangan pembatas dengan Pagar Jaring tersebut sudah hampir tiga tahun, sebelum adanya pagar jaring, kami para nelayan bisa di bilang hidup sejahtera, karena hasil tangkapan ikan sangat menghasilkan,” kenangnya.

Pernah Dilaporkan kepada Pemerintah

Dia menambahkan masyarakat juga pernah melaporkan permasalahan pagar jaring yang di pasang oleh Hotel Marriott kepada pemerintah daerah maupun provinsi, namun hasil nya pun tidak maksimal.

“Sebab pernah dibuka sebentar, namun dipasang lagi, walaupun dibuka masyarakat tetap tidak di perbolehkan menangkap ikan di lokasi tersebut,” timpalnya.

“Kami juga mempertanyakan keramba apung yang mereka buat, apakah itu sudah ada izin nya dari pemerintah,” tanya nya.

Manajemen Lampung Marriott Resort & Spa Terkesan Menghindar

Sementara itu ketika pihak manajemen Lampung Marriott Resort & Spa akan di konfirmasi terkait dengan keluhan dari para nelayan, terkesan tertutup dan menghindar, tidak lama kemudian ada pria menghampiri mengaku sebagai Supervisor Keamanan bernama Yolan Bagas di dampingi Kepala Security Nurul Fajri mengatakan jika pihak nya akan koordinasi terlebih dahulu dengan pihak Manajemen Hotel.

“Nanti saya sampaikan kepada pihak manajemen hotel, namun nanti silakan bapak-bapak mengirim surat terlebih dahulu, dan nanti membawa surat tugas serta tanda pengenal,” ucapnya.

Untuk diketahui dalam pemasangan jaring/pagar laut oleh hotel di area pantai TIDAK serta-merta dibenarkan, dan bisa melanggar hukum jika dilakukan tanpa izin resmi dari pemerintah. Berikut penjelasan lengkapnya:

Wilayah pantai, garis pantai, dan laut bukan milik hotel, tetapi merupakan: Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K), Area publik yang diatur oleh negara (UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014)

Setiap pemasangan:Jaring laut Pagar laut, Breakwater, Bangunan pantai, Penghalang (barrier), Tambahan struktur di perairan, Wajib memiliki izin dari instansi terkait:

1. Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)

2. Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (jika termasuk kawasan konservasi)

3. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) jika menyangkut zona pemanfaatan laut

4. Pemkab/Pemkot melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk Amdal/UKL-UPL

Potensi Pelanggaran Hukum Jika hotel memasang jaring laut tanpa izin, maka dapat dianggap melanggar:

1. Menguasai ruang laut secara ilegal
UU No. 1 Tahun 2014 Pasal 20 & 21
Mengatur bahwa pemanfaatan ruang laut harus berizin.
Sanksinya dapat berupa: Pencabutan izin usaha, Denda besar Pidana.

2. Merusak ekosistem pesisir
Jika jaring mengganggu: Terumbu karang Jalur migrasi ikan, Aktivitas nelayan, Maka bisa dijerat Pasal 73 UU 27/2007 jo. UU 1/2014.

3. Menghambat akses publik
Pantai adalah milik umum. Bila jaring menghalangi akses masyarakat, dapat dianggap melanggar: UU No. 1 Tahun 2014, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

4. Tidak ada Amdal/UKL-UPL
Jika pemasangan jaring berdampak pada lingkungan, hotel wajib:
Menyusun dokumen Amdal/UKL-UPL
Mendapat persetujuan dari DLH
Tanpa itu, hotel dianggap melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan. (*)